Sabtu, 12 Februari 2011

Masalah Kesehatan Remaja

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.1
Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila individu mampu menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, dan kebahagian juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya. Beberapa perubahan yang dialami remaja adalah perubahan fisik, psikis, dan sosial.2


Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia tahun 2006, remaja Indonesia (usia 10-19 tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61% dari jumlah penduduk.3 Pada tahun 2008, jumlah remaja di Indonesia diperikirakan sudah mencapai 62 juta jiwa.4 Di Propinsi Jawa Barat menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 jumlah remaja (usia 10-19 tahun) sebanyak 8.145.616 jiwa yang terdiri dari 51,8% laki-laki dan 48,2% perempuan.5
Remaja sering dianggap sebagai periode yang paling sehat dalam siklus kehidupan. Akan tetapi pertumbuhan sosial dan pola kehidupan masyarakat akan sangat mempengaruhi pola tingkah laku dan jenis penyakit golongan usia remaja seperti kecelakaan, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit akibat hubungan seksual, penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang yang semuanya akan menentukan kehidupan pribadi serta dapat menjadi masalah bagi keluarga maupun bangsa dan negara di masa yang akan datang.6
Masalah yang dihadapi remaja terutama yang berumur antara 12 - 18 tahun, dalam mendapatkan pelayanan kesehatan adalah seringkali mereka dibuat bingung karena dianggap anak sudah lewat sehingga tidak dapat dilayani di bagian anak tetapi sebagai orang dewasa belum sampai. Pelayanan kesehatan terhadap remaja sangat penting karena mereka harus dipersiapkan untuk menjadi produktif dan diharapkan menjadi pewaris bangsa.

Definisi Remaja
Masa remaja atau masa adolesens adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Untuk tercapainya tumbuh kembang remaja yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan biofisikopsikososial. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pada setiap remaja.7,8
Masih terdapat berbagai pendapat tentang umur kronologis berapa seorang anak dikatakan remaja. Menurut WHO, remaja adalah bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun. Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja bila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap remaja bila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah menengah.7,8
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun.1 Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun.9 Menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.10 Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi.
Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yaitu masa remaja awal (10-14 tahun), menengah (15-16 tahun), dan akhir (17-20 tahun). Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan cepat pertumbuhan dan pematangan fisik. Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa, dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orangtua. Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai orang dewasa, termasuk klarifikasi tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem nilai pribadi.7
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pernyataan ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.10
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/confusion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.9,10

Masalah-masalah Remaja
Timbulnya masalah pada remaja disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:11
  1. Adanya perubahan-perubahan biologis dan psikologis yang sangat pesat pada masa remaja yang akan memberikan dorongan tertentu yang sangat kompleks.
  2. Orangtua dan pendidik kurang siap untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu karena ketidaktahuannya.
  3. Perbaikan gizi yang menyebabkan menars menjadi lebih dini. Kejadian kawin muda masih banyak terutama di pedesaan. Sebaliknya, di perkotaan kesempatan untuk bersekolah dan bekerja menjadi lebih terbuka bagi wanita sehingga usia kawin bertambah. Kesenjangan antara menars dan usia kawin yang makin panjang dan disertai pergaulan yang makin bebas tidak jarang menimbulkan masalah.
  4. Membaiknya sarana komunikasi dan transportasi akibat kemajuan teknologi sehingga sulit melakukan seleksi terhadap informasi dari luar.
  5. Pembangunan ke arah industrialisasi disertai pertambahan penduduk yang menyebabkan peningkatan urbanisasi, berkurangnya sumber daya alam dan terjadi perubahan tata nilai. Ketimpangan sosial dan individualisme sering memicu terjadinya konflik perorangan maupun kelompok. Lapangan kerja yang kurang memadai dapat memberikan dampak yang kurang baik sehingga remaja menderita frustrasi dan depresi yang menyebabkan mereka mengambil jalan pintas dengan melakukan tindakan negatif.
  6. Kurangnya pemanfaatan penggunaan sarana untuk menyalurkan gejolak remaja. Perlu adanya penyaluran sebagai substitusi yang positif ke arah pengembangan keterampilan yang mengandung unsur kecepatan dan kekuatan misalnya olahraga.
          Secara garis besar, masalah kesehatan remaja dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu masalah kesehatan fisis dan masalah perilaku yang menimbulkan kelainan fisis.6

Masalah Kesehatan Fisis
Penyakit-penyakit ringan yang terjadi pada remaja tetap merupakan masalah yang harus mendapat perhatian, sebab bila tidak ditanggulangi akan menurunkan kualitas remaja sebagai sumber daya manusia. Beberapa penyakit yang sering dijumpai antara lain:
Akne
Merupakan masalah kulit yang paling mengganggu remaja dan ditemukan pada sekitar 80% remaja. Penyakit ini merupakan gangguan pada kelenjar pilosebaseus yang ditandai dengan sumbatan dan peradangan folikel. Akne berkaitan dengan masalah kebersihan kulit, pola makan, hormonal, psikologis, dan infeksi bakteri.6
Akne paling sering terjadi pada masa remaja dan dimulai pada awal pubertas. Insiden akne pada remaja bervariasi antara 30-60% dengan insiden terbanyak pada usia 14-17 tahun pada perempuan dan 16-19 tahun pada laki-laki.12 Di poli kosmetik bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2008, pasien baru yang berobat karena masalah akne sebanyak 123 remaja laki-laki dan 432 remaja perempuan.13

Gangguan Pada Mata
Miop dan cedera pada mata merupakan gangguan mata yang sering ditemukan pada remaja. Kebanyakan cedera pada mata terjadi pada remaja laki-laki. Olah raga yang sering menimbulkan cedera pada mata adalah bulu tangkis, tenis, dan sepak bola. Kejadian tertinggi miop terdapat pada usia 11-13 tahun, sedangkan kejadian hipermiop lebih jarang.4 Dari hasil survei pada 1219 remaja SLTP dan SLTA di Bandung tahun 1998 didapat 23,4% remaja menderita gangguan penglihatan. Dari 4498 remaja yang datang berobat ke RS Mata Cicendo Bandung pada tahun 1998 terdapat 6,8% yang menderita gangguan penglihatan dan 49,3% di antaranya menderita miop. Dari hasil penelitian remaja anak jalanan di Bandung tahun 1998 didapatkan 3,4% menderita gangguan penglihatan.4
Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran merupakan gangguan kronik yang paling sering ditemukan pada remaja, meliputi 16/100 remaja. Pada tahun 1998 di bagian THT RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat 2,5% remaja yang mengalami gangguan pendengaran dengan penyebab tertinggi adalah otitis media perforata yang terjadi pada masa kanak-kanak. Dari hasil penelitian anak remaja jalanan di Bandung tahun 1998 terdapat 5,7% remaja jalanan yang mengalami gangguan pendengaran. Dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 masalah telinga banyak pula dijumpai, gangguan telinga luar didapatkan 192/1000 kasus sedangkan otitis media didapatkan 35/1000 kasus.4
Karies Dentis
Menurut penelitian, remaja usia sekitar 13 tahun sangat memperhatikan kesehatan giginya. Laporan SKRT tahun 1995, kebiasaan menggosok gigi merupakan bagian pola hidup sehat. Sebanyak 15,6% penduduk berumur 1 tahun ke atas tidak mempunyai kebiasaan menggosok gigi, di pedesaan sebanyak 17,8% sedangkan di perkotaan 7,9%. Dari survei yang dilakukan pada remaja SLTP dan SLTA di Bandung pada tahun 1998 ditemukan bahwa kurang lebih 30% responden memiliki karies dentis.4
Masalah Gizi
Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan BBLR, dan penurunan kesegaran jasmani. Banyak penelitian telah dilakukan menunjukkan kelompok remaja menderita banyak masalah gizi antara lain anemia dan indeks massa tubuh (IMT) kurang dari normal (kurus). Prevalensi anemia pada remaja berkisar 40-88%, sedangkan prevalensi remaja dengan IMT kurus berkisar 30-40%. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab masalah ini. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi masalah gizi tersebut akan membantu upaya penanggulangannya.14

Masalah Perilaku
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:11
  1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
  2. Ketidakstabilan emosi.
  3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
  4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
  5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
  6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
  7. Senang bereksperimentasi.
  8. Senang bereksplorasi.
  9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
  10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian. Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja.15
Lebih jauh ditegaskan, proses pematangan fisik pada remaja terjadi lebih cepat dari proses pematangan psikososial. Hal ini sering menyebabkan berbagai masalah. Di satu sisi remaja sudah merasa matang secara fisik dan ingin bebas dan mandiri. Di sisi lain mereka tetap membutuhkan bantuan, dukungan, serta perlindungan orang tua. Orang tua sering tidak mengetahui atau tidak memahami perubahan yang terjadi pada remaja sehingga tidak jarang terjadi konflik di antara keduanya. Karena merasa tidak dimengerti remaja seringkali memperlihatkan agresifitas yang dapat mengarah pada perilaku berisiko tinggi. Dalam abad ke-20 lingkungan telah banyak merubah perilaku para remaja dan banyak yang menjurus ke perilaku risiko tinggi (risk-taking behaviour) dengan segala konsekuensi akibat dari perilaku tersebut.
Sebanyak 75% kematian pada remaja terjadi akibat faktor perilaku. Penyakit-penyakit atau kelainan fisis yang timbul karena masalah perilaku remaja antara lain ialah: luka atau kecelakaan, kehamilan remaja, penyakit seksual yang ditularkan, gangguan makan, penyalahgunaan obat dan alkohol, merokok, masalah emosi, dan sebagainya; yang akan
mempengaruhi kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan negara di masa yang akan datang.
Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa.
Survei Badan Narkotik Nasional (BNN) tahun 2003 memperkirakan mereka yang pernah memakai NAZA di kelompok pelajar dan mahasiswa sekitar 5,8%, sedangkan yang pernah memakai dalam setahun terakhir sebesar 3,9%. Prevalensi pada laki-laki sebanyak 4,6%, jauh lebih tinggi daripada perempuan yaitu sebanyak 0,4%. Prevalensi penyalahgunaan NAZA lebih tinggi pada pendidikan SLTA ke atas dibandingkan pendidikan yang lebih rendah.16
Data survei dari Rumah Sakit Ketergantungan Obat tahun 1997 menemukan bahwa usia pengenalan NAZA semakin muda yaitu menghisap rokok 6 tahun, menghisap ganja pada usia 7 tahun, minum minuman beralkohol usia 9 tahun, pil-pil psikotropika usia 10 tahun, dan pemakaian opium usia 13 tahun. Data di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya diperkirakan 30-40% anak-anak jalanan memakai zat-zat yang mempengaruhi kerja otak seperti lem, pil-pil psikotropika, alkohol, dan ganja. Alkohol merupakan substansi utama yang paling banyak digunakan remaja dan sering berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang merupakan penyebab utama kematian remaja. Pada tahun 1991-1995 prevalensi pemakaian alkohol dan obat-obatan oleh remaja meningkat dua kali yaitu dari 11% menjadi 21%.6
Centers for Disease Control and Prevention pada tahun 1995 memperkirakan sekitar 5 juta orang berusia kurang dari 17 tahun meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok.17 Jumlah perokok dari kalangan remaja Indonesia akhir-akhir ini mengalami peningkatan. BPS mencatat pada tahun 2004 perokok aktif dari kalangan anak-anak ada pada kisaran usia 13-15 tahun dengan jumlah 26,8 % dan pada kisaran 5-9 tahun sebanyak 2,8 %. Komnas Perlindungan Anak mendapatkan data tentang faktor penyebab daya tarik remaja terhadap rokok. Diperoleh data, 99,7 % remaja terpengaruh untuk merokok setelah melihat iklan rokok di televisi; 87,7 % setelah melihat iklan rokok di luar ruang; 76,2 % setelah melihat iklan rokok di koran dan majalah, dan 81 % setelah mengikuti kegiatan yang disponsori industri rokok.18

Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.10
  • Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan y ydari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
  • Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol ydan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
  • Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, yagresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
  • Cinta dan Hubungan Heteroseksual
  • Permasalahan Seksual
  • Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
  • Permasalahan moral, nilai, dan agama
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson, menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol, dan narkoba.15
Tipe Usia (tahun) Karakteristik Dampak
Remaja dini 10-13 Masa pubertas, hubungan dengan teman, kognisi konkret Memperhatikan tahapan fisik dan seksual, rasa tanggung jawab, interaksi dengan alat verbal dan visual
Remaja pertengahan 14-16 Muncul dorongan seksual, perubahan perilaku, kebebasan, kognisi abstrak Menarik lawan jenis kebebasan bertambah, sikap ambivalen, ego belum stabil
Remaja Akhir 17-21 Kematangan fisik, saling berbagi rasa, edealis, emandipasi mantap Hubungan individual, lebih terbuka, memahami tanggung jawab, memahami tanggung jawab, paham tujuan hidup, paham kesehatan.
Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang timbul akibat kesengajaan (intentional injury) maupun ketidaksengajaan (unintentional injury), dapat diprediksi sehingga dapat dilakukan usaha pencegahan atau pengendaliannya. Di negara berkembang kematian remaja karena kecelakaan telah menjadi saingan utama kematian akibat penyakit infeksi.19
Di Indonesia berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional tahun 2001, kecelakaan menempati urutan keenam dari 10 penyakit penyebab kematian berbagai usia. Insiden kecelakaan pada anak dan remaja meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1986 terdapat 3.197 kecelakaan di jalan raya dan 1.078 kecelakaan rumah tangga. Tahun 1987 meningkat menjadi 17.741 kecelakaan di jalan raya dan 6.219 kecelakaan rumah tangga. Tahun 1989 terjadi peningkatan angka kejadian sebanyak dua kali lipat yaitu 41.778 kecelakaan di jalan raya dan 13.618 kecelakaan rumah tangga yang disebabkan oleh terjatuh, keracunan, tertelan benda asing dan tenggelam. Penelitian oleh Soetjiningsih (1996) di unit emergensi RS Sanglah Bali selama periode satu tahun mulai 1 Januari sampai 31 Desember 1996 terdapat 14.881 kasus kecelakaan; 4.801 kasus (32,3%) ditemukan pada usia kurang dari 18 tahun.6 Dari laporan Polda Jabar, pelanggaran lalu lintas termasuk kebut-kebutan yang dilakukan remaja dengan rentang usia 11-21 tahun mencapai 17,8%, sedangkan remaja yang mengalami kecelakaan lalu lintas mencapai 22,6% dari seluruh korban kecelakaan di Jabar tahun 1998.
Dari semua jenis perilaku yang bersifat merusak pada remaja, bunuh diri merupakan yang paling tragis. Gangguan perilaku biasanya muncul akibat frustasi, timbul rasa bersalah, dan kemarahan yang tidak tersalurkan.
Hubungan Seksual Pra Nikah
Salah satu bentuk perilaku risiko tinggi yang terjadi dan menjadi masalah masa remaja adalah perilaku yang berkaitan dengan seks pra nikah. Angka statistik tentang deviasi (penyimpangan) perilaku seks pra nikah anak remaja dari tahun ke tahun semakin besar. Era tahun 1970, penelitian mengenai perilaku seks pra nikah menunjukkan angka 7-9%. Dekade tahun 1980, angka tersebut meningkat menjadi 12-15%. Berikutnya tahun 1990 meningkat lagi menjadi 20%.20
Di era sekarang ini, Pusat Studi Kriminologi Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta menemukan 26,35% dari 846 peristiwa pernikahan telah melakukan hubungan seksual pra nikah dimana 50% nya menyebabkan kehamilan. Di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan pantauan Dinas Kesehatan tahun 2006, sekitar 44% calon pengantin baru yang melakukan tes kehamilan telah diketahui positif hamil.20
Data nasional survei keluarga tahun 1982 sebanyak 65% perempuan muda menggunakan kontrasepsi yang tidak efektif atau tanpa kontrasepsi sewaktu melakukan hubungan seks pertama, kejadian tersebut menurun menjadi 41% pada tahun 1988.6 Penelitian oleh Pusat Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI tahun 1990 terhadap siswa-siswa SMA di Jakarta dan Yogyakarta menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah adalah membaca buku porno dan menonton blue film (54,3% di Jakarta dan 49,2% di Yogyakarta). Adapun motivasi utama melakukan senggama adalah suka sama suka (76% di Jakarta dan 75,6% di Yogyakarta), pengaruh teman, kebutuhan biologis 14-18% dan merasa kurang taat pada nilai agama sebanyak 20-26%.6,20
Kawin Muda
Semakin muda usia saat perkawinan pertama semakin besar risiko yang dihadapi ibu dan anak. Salah satu indikator kesejahteraan rakyat adalah angka kematian ibu. Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi. Laporan UNICEF tahun 2001 menyebutkan angka kematian ibu rata-rata dari tahun 1980-1999 adalah 450 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan hasil SKRT 1995 menunjukkan penurunan angka kematian ibu sampai 373 per 100.000 kelahiran hidup. Beberapa penyebab utama kematian tersebut adalah tidak tersedianya perawatan ibu dengan baik, jarak kelahiran yang terlalu berdekatan, dan pernikahan dini.6
Sebuah survei tahun 1995 mendapatkan 21,5% perempuan Indonesia yang perkawinan pertamanya dilakukan pada usia 17 tahun. Di daerah pedesaan dan perkotaan perempuan melakukan perkawinan di bawah umur tercatat masing-masing 24,4% dan 16,1%. Persentase terbesar kawin muda terdapat di propinsi Jawa Timur 40,3%, Jawa Barat 39,6%, dan Kalimantan Selatan 37,5%.6
Aborsi
Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum teratasi sampai saat ini. Data tentang kejadian aborsi dan kematian yang diakibatkannya sangat sulit diperoleh karena menurut Undang-Undang No.23 tentang kesehatan pasal 15, tindakan aborsi tanpa indikasi medis merupakan tindakan ilegal dengan ancaman denda dan hukuman penjara bagi pelakunya. Survei Depkes tahun 1995/1996 pada remaja belum menikah berusia 13-19 tahun sebanyak 1189 orang di Jawa Barat dan 922 orang di Bali menemukan 7% remaja perempuan di Jawa Barat dan 5% di Bali mengakui pernah terlambat haid atau hamil. Dan 10.981 pengunjung klinik KB di Yogyakarta, menurut data sekunder tahun 1996-1997 terdapat 19,3% yang datang dengan kehamilan tak dikehendaki dan telah melakukan tindakan pengguguran kandungan dengan sengaja secara tidak aman sekitar 2% berusia <22 tahun.21
Saat ini tiap hari ada 100 remaja yang melakukan aborsi karena kehamilan di luar nikah. Jika dihitung per tahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya. Ini menunjukkan pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Survei Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menemukan jumlah kasus aborsi di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja.20,22
Infeksi Menular Seksual
Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan kerentanan terhadap berbagai ancaman risiko kesehatan terutama yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk peningkatan ancaman HIV/AIDS. Depkes RI menunjukkan bahwa sampai Maret 2008 pengidap HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok remaja.4 Sampai dengan tahun 2004 kasus AIDS di Indonesia yang dilaporkan ditemukan pada kelompok 0-4 tahun sebanyak 12 kasus (1,53%), umur 5-14 tahun sebanyak 4 kasus (0,3%), dan umur 15-19 tahun sebanyak 78 kasus (5,69%). Kasus HIV/AIDS di Jawa Tengah dalam 5 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup berarti, dari 14 kasus pada tahun 2000 menjadi 158 kasus pada tahun 2005.23
Data penyakit infeksi menular seksual (IMS) remaja yang berobat ke RSHS tahun 1998 adalah 19 kasus pria, dan 20 kasus perempuan dari total kunjungan pasien baru 483 orang.6 Pada remaja pria kasus terbanyak adalah uretritis gonore dan pada perempuan adalah bakterial vaginosis.3 Di RS Pirngadi Medan selama 2 tahun (1993-1994) untuk penyakit kondiloma akuminata tercatat 35,4% pada kelompok usia 20-24 tahun. Di RS Dr. Kariadi Semarang selama 4 tahun (1990-1994) tercatat 3.803 kasus IMS pada unit rawat jalan, 1325 kasus (38,8%) diderita oleh remaja berusia 15-24 tahun. Di RSUP Sanglah Denpasar tercatat 59,1% penderita IMS pada tahun 1995-1997 adalah kelompok remaja.24
Peningkatan kejadian IMS pada remaja disebabkan oleh kurangnya pengetahuan remaja tentang IMS dan kurangnya kesadaran remaja untuk menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial. Remaja percaya bahwa IMS dapat dicegah dengan cara meningkatkan stamina dan meminum antibiotik sebelum berhubungan seks.

Pelayanan Kesehatan Remaja
Dalam keadaan sehat maupun sakit para remaja perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Pelayanan kesehatan bagi remaja sebaiknya terpisah dengan pelayanan lainnya. Pelayanan tersebut memerlukan keterlibatan yang penuh dari para remaja sendiri, orang tua, petugas kesehatan yang profesional dan masyarakat.8 Selama ini perhatian masyarakat hanya tertuju pada upaya peningkatan kesehatan fisik remaja semata tapi kurang memperhatikan faktor non-fisik. Kurangnya perhatian pada faktor non-fisik dapat menyebabkan seorang remaja hanya sehat fisiknya saja, namun secara psikologis rentan terhadap stres (tekanan hidup).
Pada hakekatnya inti pelayanan kesehatan kepada remaja meliputi: 1) bimbingan yang berlanjut untuk mencegah terjadinya morbiditas baru 2) melakukan pemeriksaan rutin untuk memantau kesehatan mereka, 3) menilai dan memantau proses biologis pubertas remaja dengan berbagai keluhan yang mungkin timbul. Klinik kesehatan juga berfungsi sebagai sarana deteksi dini dan mengatasi masalah perilaku beriko tinggi remaja yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Hal yang perlu diperhatikan dari klinik remaja adalah tersedianya petugas kesehatan yang menaruh perhatian penuh untuk membantu remaja yang mempunyai masalah kesehatan jiwa dan raga. Di Klinik Kesehatan dapat dilakukan skrining masalah remaja tentang kehidupan di rumah, tingkat pendidikan, masalah seksualitas), penyalahgunaan narkoba, pelayanan kesehatan raga dan penyuluhan. Petugas kesehatan dalam melakukan pendekatan kepada remaja harus bersikap empati, menghindari sikap curiga, sehingga mampu memberikan jaminan kerahasiaan seperti remaja yang memiliki kasus kekerasan seksual dan upaya bunuhdiri.25 Saat ini masih sedikit klinik khusus kesehatan remaja, sehingga para remaja yang memiliki masalah psikososial diperiksakan kepada dokter ahli jiwa psiakater terdekat.
Peran Puskesmas yang kini sudah mengakar di masyarakat bisa dikembangkan untuk mempunyai divisi khusus yang menangani permasalahan remaja. Pembentukan klinik kesehatan remaja agaknya bisa menjadi solusi mengatasi makin tingginya remaja yang terkena penyakit infeksi seksual menular dan penyakit lain akibat penyalahgunaan narkoba. Melalui klinik khusus tersebut, remaja bisa mengungkapkan persoalannya tanpa takut-takut guna dicarikan solusi atas masalahnya tersebut.8
Peran Orang Tua dan Llingkungan
Perilaku berisiko tinggi yang dilakukan remaja perlu dicermati dengan bijaksana karena di satu pihak dapat merupakan perilaku sesaat tapi juga dapat pula merupakan pola perilaku yang terus menerus dapat membahayakan diri, orang lain maupun lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu cara pendekatan yang komprehensif dari semua pihak baik orang tua, guru, maupun masyarakat sekitar agar memahami perkembangan jiwa remaja dengan harapan masalah remaja dapat tertanggulangi.
Selain ketiga masalah psikososial yang sering terjadi pada remaja seperti yang disebutkan dan dibahas diatas terdapat pula masalah-masalah lain pada remaja seperti tawuran, kenakalan remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar, depresi dll. Semua masalah tersebut perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon penerus generasi bangsa. Ditangan remaja-lah masa depan bangsa ini digantungkan.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain:26
Peran Orangtua
  • Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
  • Membekali anak dengan dasar moral dan agama
  • Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua–anak
  • Menjalin kerjasama yang baik dengan guru
  • Menjadi tokoh panutan bagi anak baik dalam perilaku maupun dalam yhal menjaga lingkungan yang sehat
  • Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
  • Hindarkan anak dari NAPZA
Peran Sebagai Pendidik
Orang tua hendaknya menyadari banyak tentang perubahan fisik maupun psikis yang akan dialami remaja. Untuk itu orang tua wajib memberikan bimbingan dan arahan kepada anak. Nilai-nilai agama yang ditanamkan orang tua kepada anaknya sejak dini merupakan bekal dan benteng mereka untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Agar kelak remaja dapat membentuk rencana hidup mandiri, disiplin, dan bertanggung jawab, orang tua perlu menanamkan arti penting dari pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah, di luar sekolah, serta di dalam keluarga.
Peran Sebagai Pendorong
Menghadapi masa peralihan menuju dewasa, remaja sering membutuhkan dorongan dari orang tua. Terutama saat mengalami kegagalan yang mampu menyurutkan semangat mereka. Pada saat itu, orang tua perlu menanamkan keberanian dan rasa percaya diri remaja dalam menghadapi masalah, serta tidak gampang menyerah dari kesulitan.
Peran Sebagai Panutan
Remaja memerlukan model panutan di lingkungannya. Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan, baik dalam menjalankan nilai-nilai agama maupun norma yang berlaku di masyarakat. Peran orang tua yang baik akan mempengaruhi kepribadian remaja.
Peran Sebagai Pengawas
Menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melihat dan mengawasi sikap dan perilaku remaja agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang membawanya ke dalam kenakalan remaja dan tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun demikian hendaknya dilakukan dengan bersahabat dan lemah lembut. Sikap penuh curiga, justru akan menciptakan jarak antara anak dan orang tua, serta kehilangan kesempatan untuk melakukan dialog terbuka dengan anak dan remaja.
Peran Sebagai Teman
Menghadapi remaja yang telah memasuki masa akil balig, orang tua perlu lebih sabar dan mau mengerti tentang perubahan pada remaja. Perlu menciptakan dialog yang hangat dan akrab, jauh dari ketegangan atau ucapan yang disertai cercaan. Hanya bila remaja merasa aman dan terlindung, orang tua dapat menjadi sumber informasi, serta teman yang dapat diajak bicara atau bertukar pendapat tentang kesulitan atau masalah mereka.
Peran Sebagai Konselor
Peran orang tua sangat penting dalam mendampingi remaja, ketika menghadapi masa-masa sulit dalam mengambil keputusan bagi dirinya. Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai yang positif dan negatif , sehingga mereka mampu belajar mengambil keputusan tebaik. Selain itu orang tua juga perlu memiliki kesabaran tinggi serta kesiapan mental yang kuat menghadapi segala tingkah laku mereka, terlebih lagi seandainya remaja sudah melakukan hal yang tidak diinginkan. Sebagai konselor, orang tua dituntut untuk tidak menghakimi, tetapi dengan jiwa besar justru harus merangkul remaja yang bermasalah tersebut.

Peran Sebagai Komunikator.
Suasana harmonis dan saling memahami antara orang tua dan remaja, dapat menciptakan komunikasi yang baik. Orang tua perlu membicarakan segala topik secara terbuka tetapi arif. Menciptakan rasa aman dan telindung untuk memberanikan anak dalam menerima uluran tangan orang tua secara terbuka dan membicarakan masalahnya. Artinya tidak menghardik anak.
Peran Guru
  • Bersahabat dengan siswa
  • Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman
  • Memberikan keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada y ykegiatan ekstrakurikuler
  • Menyediakan sarana dan prasarana bermain dan olahraga
  • Meningkatkan peran dan pemberdayaan guru BP
  • Meningkatkan disiplin sekolah dan sanksi yang tegas
  • Meningkatkan kerjasama dengan orangtua, sesama guru, dan sekolah lain
  • Meningkatkan keamanan terpadu sekolah bekerjasama dengan Polsek setempat
  • Mewaspadai adanya provokator
  • Mengadakan kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
  • Menciptakan kondisi sekolah yang memungkinkan anak berkembang ysecara sehat adalah hal fisik, mental, spiritual dan sosial
  • Meningkatkan deteksi dini penyalahgunaan NAPZA
Peran Pemerintah dan masyarakat
  • Menghidupkan kembali kurikulum budi pekerti
  • Menyediakan sarana/prasarana yang dapat menampung agresifitas yanak melalui olahraga dan bermain
  • Menegakkan hukum, sanksi, dan disiplin yang tegas
  • Memberikan keteladanan
  • Menanggulangi NAPZA, dengan menerapkan peraturan dan hukumnya ysecara tegas
  • Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan
Peran Media
Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesuai usia)
Sampaikan berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)
Adanya rubrik khusus dalam media masa (cetak, elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja
Kesimpulan
Situasi masalah kesehatan remaja di tiap negara berbeda-beda dan terdapat kesulitan dalam mengumpulkan data tentang masalah remaja termasuk di Indonesia. Survei data dasar mengenai keadaan kesehatan remaja umumnya diperoleh melalui informasi yang tidak langsung misalnya melalui wawancara terhadap orangtua. Adanya keterbatasan jumlah populasi remaja yang disurvei kurang bisa menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Belum didapat kesepakatan yang jelas antara semua instansi mengenai batasan usia remaja sehingga diperoleh data yang berbeda dengan penggolongan usia yang berbeda-beda pula. Survei atau penelitian masalah remaja yang dilakukan secara nasional masih belum ada atau masih sedikit sekali dibandingkan dengan negara maju.
Suatu tim interdisiplin akan lebih berhasil untuk menyelesaikan masalah remaja di klinik karena pendekatan tersebut akan menguntungkan, Dengan cara tersebut akan-memberikan pelayanan medik sebagai keseluruhan, yaitu dapat mensahkan dan membenarkan adanya pemeriksaan psikologik, menghindari terjadinya perbedaan pendapat antar para profesional yang terlibat, mempermudah dalam memeriksa kesehatan remaja secara komprehensif dan akan menyempurnakan hasil penelitian dengan dokumen dan catatan medik yang ada. Tim spesialis yang perlu dibentuk adalah tim intervensi krisis, tim kekerasan fisik dan seksual, tim nutrisi dan gangguan makan, tim penyalahgunaan obat terlarang dan tim untuk menyelesaikan masalah stres dan bunuh diri.

Daftar Pustaka
  1. Widianti E. Remaja dan permasalahannya: bahaya merokok, penyimpangan seks pada remaja, dan bahaya penyalahgunaan minuman keras/narkoba. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran; 2007. Hurlock EB. 
  2. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta: Penerbit Erlangga; 1991.
  3. Redaksi Sinar Baru Indonesia. Lebih 1,2 juta remaja Indonesia sudah lakukan seks pra nikah. 2008. [diunduh 7 April 2009]. Tersedia dari: http://hariansib.com
  4. Jamela AR. Remaja Indonesia masih sangat membutuhkan informasi kesehatan reproduksi. 2008. [diunduh 7 April 2009]. Tersedia dari: http://www.kesrepro.info
  5. Badan Pusat Statistik Jawa Barat. Jawa Barat dalam angka; 2008.
  6. Soelaryo TS, Tanuwidjaya S, Sukartini R. Epidemiologi masalah remaja. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh ING, Wiradisuria S, penyunting. Tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta: Sagung Seto; 2002. h. 171-9.
  7. Pardede N. Masa remaja. Dalam: Narendra MB, Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, Ranuh ING, Wiradisuria S, penyunting. Tumbuh kembang anak dan remaja. Jakarta: Sagung Seto; 2002. h. 138-70.
  8. Soetjiningsih. Pertumbuhan somatik pada remaja. Dalam: Soetjiningsih, 8. penyunting. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Cetakan ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. h 1-38.
  9. Mongks FJ, Knoers AMP, Haditono SR. 9. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. 2000. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  10. Santrok JW. 10. Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2003.
  11. Gunarsa SD. 11. Psikologi perkembangan: anak dan remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia; 1989.
  12. Pindha IS. Akne vulgaris. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. Tumbuh 12. kembang remaja dan permasalahannya. Cetakan ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. h 107-18.
  13. Catatan Rekam Medis Poli Kosmetik Bagian Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin 13. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung. 2008.
  14. Permaisih. Status gizi remaja dan faktor-faktor yang mempengaruhi. 2003. [diunduh 14. 14 Maret 2009]. Tersedia dari: http://digilib.litbang.depkes.go.id
  15. Fagan R. Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other 15. Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333. [diunduh 30 Mei 2009]. Tersedia dari: http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008
  16. Badan Narkotik Nasional Republik Indonesia. Kumpulan hasil-hasil 16. penelitian penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia tahun 2003-2006. Puslitbang & Info Lakhar BNN; 2007.
  17. Holland C, Brown RT. Adolescent medicine secrets. Philadelphia: Hanley & 17. Belfus; 2002.
  18. Harian Umum Pelita. Perlukah rokok diharamkan. [diunduh 31 Maret 2009]. 18. Tersedia dari: http://www.rokokpelita.com
  19. Dhamayanti M. Kecelakaan pada remaja. Dalam: Soetjiningsih, penyunting. 19. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Cetakan ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. h 267-75.
  20. Mardiya. Menangani persoalan remaja. [diunduh 14 Maret 2009]. Tersedia 20. dari: http://www.kulonprogokab.go.id
  21. Azhari. Masalah abortus dan kesehatan reproduksi perempuan. [diunduh 21. 14 Maret 2009]. Tersedia dari: http://obgyn_unsri.org
  22. Situmorang A. Adolescent reproductive health in Indonesia. [diunduh 14 22. Maret 2009]. Tersedia dari: http://starh.usaid.or.id
  23. Wirawan DS, Sadjimin T, Machfud S. Pola perkembangan seksual sekunder 23. siswa laki-laki sekolah dasar di Kotamadya Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran. 2002;34:155-6.
  24. Duarsa NW. Remaja dan infeksi menular seksual. Dalam: Soetjiningsih, 24. penyunting. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Cetakan ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. h. 147-53.
  25. Suara Karya 1 Agustus 2005 halaman 15. Perlunya dibentuk klinik kesehatan 25. remaja.
  26. Peran orang tua dalam pembinaan remaja. [diunduh tanggal 1 Juni 2009] 26. Tersedia dari: http://prov.bkkbn.go.id/jabar/article_detail.php?aid=8 

Sumber : http://www.idai.or.id/remaja/artikel.asp?q=200994155149

Diare Pada Anak


Diare dapat didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi buang air besar dan berubahnya konsistensi menjadi lebih lunak atau bahkan cair. Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita terbesar di dunia. 1 Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita.2 Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya.2,3 Pasien malnutrisi meninggal akibat diare sebanyak 61 %.3


 




1.      DIARE AKUT
1.1 Definisi
Diare yang berlangsung kurang dari 7 hari. Pada diare terjadi perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari), dan menyebabkan peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari.3

1.2 Etiologi
Tabel 1. Penyebab diare akut 3
Infeksi



Obat-obatan

Alergi makanan


Kelainan proses cerna / absorpsi


Defisiensi vitamin
Tertelan logam berat
Psikis
Infeksi usus (termasuk keracunan makanan)
Infeksi ekstra usus (otitis media akut, infeksi saluran kemih, pneumonia)
Antibiotik
Obat-obatan lain
Cow’s milk protein allergy (CMPA)
Alergi protein kedelai
Alergi makanan multiple
Defisiensi enzim sukrase / isomaltase
Hipolaktase awitan lambat (atau tipe dewasa)
Defisiensi niasin
Co,Zn,cat
Emosi, cemas (ketakutan), gelisah
11
 

Tabel 2. Patogen penyebab diare akut 3
Patogen
Frekuensi Kasus Sporadik di Negara Berkembang
Virus
Rotavirus
Calcivirus
Astrovirus


Bakte

25-40
1-20
4-9

Bakteri
Campylobacter jejuni
Salmonella
Escherichia coli
Shigella
Yersinia enterocolitica
Clostridium difficile
Vibrio para haemolitycus
Vibrio cholera 01
Vibrio cholera non 01
Aeromonas hydrophila

6-8
3-7
3-5
0-3
1-2
0-2
0-1
-
?
0-2
Parasit
Cryptosporidium
Giardia lambia

1-3
1-3

1.3 Patofisiologi
Diare akut dapat terjadi melalui diare sekretorik dan diare osmotik. Pada diare sekretorik, toksin merangsang c-AMP atau c-GMP untuk mensekresikan secara aktif air dan elektrolit ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare. Sedangkan pada diare osmotik, kenaikan tekanan osmotik dalam lumen usus akibat fermentasi makanan yang tidak diserap akan menarik air sel kedalam lumen usus sehingga terjadi diare.5
Dalam keadaan normal usus halus mampu menyerap cairan sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari. Penyerapan air oleh usus halus ditentukan oleh perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus dan di dalam sel, terutama yang dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan natrium ke dalam enterosit dapat melalui 3 cara, yaitu: 6
1. Berpasangan dengan ion klorida, atau bahan non elektrolit seperti glukosa, asam amino peptida, dll.
2. Pertukaran dengan ion H.
3. Pasif melalui ruang interseluler (tight junction) yang dengan cara ini hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap.


Setelah masuk ke dalam enterosit, Na ini akan dikeluarkan melalui enzim Na­K-ATPase (terdapat di membran baso lateral) ke dalam ruang intraseluler dan selanjutnya diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di dalam ileum dan kolon, cairan Cl diserap melalui pertukaran dengan cairan bikarbonat. 7
Proses sekresi merupakan kebalikan proses absorpsi. Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion Cl didalam sel kripta dan pada waktu yang bersamaan Na akan akan dikeluarkan dari sel kripta dengan bantuan enzin Na-K-ATPase. Sekresi Cl didalam sel kripta dapat pula ditingkatkan dengan adanya intracellular messenger (berupa cyclic nucleotide, misalnya cAMP.cGMP, yang dapat menyebabkan peninggian permeabilitas set kripta), sehingga Cl dengan mudah keluar lumen usus.7
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan penyerapannya sampai 4400 liter sehari, bila terjadi sekresi yang berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan melebihi 4400 ml, maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi karena terbatasnya kemampuan penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya kolitis, atau terdapat penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus, disentri basiler, ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian, dapat di mengerti bahwa setiap perubahan mekanisme normal absorpsi dan sekresi di dalam usus halus ataupun usus besar (kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolit dan akhirnya dehidrasi. 7
Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik, diare osmotik, peningkatan motilitas usus, dan defisiensi imun, terutama SigA. Diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang menghasilkan toksin, baik LT (labile tokxin : bila toksin bersifat tidak tahan panas) maupun ST (stable toxin: bila toksin tahan panas) pada umumnya akan menyebabkan diare sekretorik. Toksin LT dan toksin kolera akan meningkatkan aktivitas enzim adenil siklase di dalam enterosit, sehingga Produksi cAMP akan meningkat pula, sifat cAMP ini adalah merangsang sekresi cairan dan elektrolit di dalam sel kripta serta menghambat absorpsinya. Sebagai akibatnya akan terjadi diare sekretorik yang hebat. 7
Makanan yang tidak diserap atau tidak dicerna misalnya laktosa (dari susu) merupakan makanan yang baik bagi bakteri. Di dalam usus besar, laktosa ini akan difermentasikan oleh bakteri anaerob menjadi molekul lebih kecil, misalnya H2, C02, H2O dsb., menyebabkan tekanan osmotik di dalam  lumen usus meningkat . Keadaan dalam lumen usus yang hiperosmoler ini kemudian akan menyerap air dari intraseluler, diikuti peningkatan peristaltik usus (hiperperistaltik), sehingga terjadilah diare. 7
Peristaltik usus dapat meningkat karena adanya zat makanan yang merangsang misalnya terlalu pedas, asam, terlalu banyak lemak, dan serat atau dapat juga karena toksin dalam makanan, yang akhinya menyebabkan diare pula. Akhirnya, imunodefisiensi baik seluler maupun humoral, terutama defisiensi IgA di dalam lumen usus, akan menyebabkan diare karena ketidakmampuan usus untuk menetralisir enteropatogen dalam lumen usus. Bukan saja bakteri, tetapi juga virus, parasit dan jamur dapat pula menyebabkan diare. 7

Pengeluaran cairan, selain melalui anus, dalam keadaan normal juga melalui ginjal berupa urin, melalui pori kulit berupa keringat dan melalui pernapasan berupa uap air. Dalam keadaan normal, pengeluaran air dari anak usia 0- 2 tahun sekitar 100 ml sehari. Bila jumlah cairan yang masuk dan keluar setiap hari selalu seimbang,tidak akan terjadi diare atau defisit cairan. Tetapi bila pengeluaran cairan melebihi pemasukan. misalnya pada diare, akan tcrjadi defisit cairan tubuh, yang lebih terkenal dengan nama dehidrasi.7

Mengingat patogenesis terjadinya diare sangat berbeda dan bervariasi dari satu penyebab ke penyebab yang lain secara garis besarnya , diare bisa disebabkan oleh :
·         Virus .
Virus masuk kedalam traktus digestivus bersama makanan dan minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu masuk kedalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel bagian kripta yang belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng, akibatnya sel-se1 epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih jauh akan terjadi diare osmotik vili usus kemudian akan memendek sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makanan pun akan berkurang. Pada saat inilah biasanya diare akan timbul. Setelah itu sel retikulum akan melebar, dan kemudian akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propia, untuk mengatasai infeksi sampai terjadi penyembuhan.3

·         Bakteri.
 Bakteri masuk kedalam traktus digestivus kemudian berkembang biak di dalam traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel khusus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenil siklase (LT) atau enzim guanil siklase (ST). Sebagai akibat peningkatan enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi klorida , natrium dan air dari dalam sel ke lumen usus serta menghambat absorpsi natrium klorida dan air dari lumen usus ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik di dalam lumen usus (hiperosmolar). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dapat dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal , kolon orang dewasa dapat menyerap sebanyak 4400 m1 cairan sehari, karena itu produksi atau sekresi cairan sebanyak 4500 sehari belum menyebabkan diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare.3


1.4 Gejala Klinis
Selain diare anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada nafsu makan. Tinja mungkin mengandung darah dan atau lendir. Meningkatnya asam laktat akibat fermentasi laktosa didalam usus besar menyebabkan tinja menjadi asam yang dapat mengiritasi anus dan sekitarnya sehingga lecet. Muntah dapat terjadi sebelum diare.1
Kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, berat badan turun, ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir tampak kering. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan dapat menimbulkan gejala klinik sesak, kejang, dan kesadaran menurun.8

1.5 Pendekatan Diagnosis
Beberapa hal yang perlu dilakukan bila mendapatkan anak dengan diare akut:
1. Menilai derajat dehidrasi
2. Memberikan pengganti cairan dan elektrolit yang keluar
3. Mencegah penyebaran kuman enteropatogen
4. Cari etiologi dan beri pengobatan yang spesifik sesuai indikasi.4

Anamnesis
Ø  Mengambil informasi yang mengarahkan kita pada penyakit lain yang presentasi kliniknya mirip dengan diare akut.
§  Gejala respiratori (batuk, sesak nafas, atau takipneu) mengarahkan pada adanya penyakit dasar pneumonia
§  Frekwensi berkemih, urgensi atau nyeri berkemih mungkin merupakan gejala infeksi saluran kemih atau pielonefritis.
§  Sakit telinga mungkin merupakan gejala otitis media akut
§  Adanya demam tinggi dan perubahan kesadaran mungkin merupakan gejala meningitis atau sepsis.3

Diare bila infeksinya memang terjadi pada saluran cerna, misalnya infeksi Salmonella disebut diare primer. Tetapi diare bisa terjadi sebagai gejala ikutan dari berbagai penyakit sistemik seperti pada bronkopneumonia, ensefalitis, dan lain-lain. Pasien dengan defisiensi imun biasanya memerlukan pertimbangan khusus, sehingga informasi tentang penyakit kronis atau defisiensi imun yang mendasari diare penting untuk diketahui.4

Ø  Mengambil informasi untuk menilai beratnya gejala dan risiko komplikasi seperti dehidrasi.
§    Ada tidaknya demam, jumlah dan jenis cairan yang diminum (asupan peroral), frekuensi, perkiraan volume muntah, feses dan urin, lamanya muntah serta diare.3
§    Demam  menunjukkan proses inflamasi dan dapat pula timbul karena adanya dehidrasi. Diare non inflamasi, demam biasanya tidak ada atau tidak tinggi. 5
Mual dan muntah merupakan gejala yang tidak spesifik, tetapi muntah menunjukkan adanya mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas.3
§  Berat badan sebelum sakit penting ditanyakan karena hal ini merupakan cara paling mudah untuk menentukan derajat dehidrasi.
§  Dehidrasi yang bermakna dapat bermanifestasi sebagai berkurangnya aktivitas, volume urin dan berat badan.3
Ø  Adanya darah dalam feses mengarah pada inflamasi akibat infeksi bakteri (lihat tabel 3).3
Ø    Data lain yang diperlukan adalah adanya kunjungan ke tempat penitipan anak, daerah endemik diare, penggunaan antibiotik, kontak dengan orang lain yang mempunyai gejala yang sama, asupan makanan laut dan sayuran yang tidak dicuci, susu yang tidak dipasteurisasi, air yang terkontaminasi, atau daging yang tidak dimasak.4



Tabel 3. Gejala khas Diare Akut oleh berbagai penyebab 5

Gejala klinik
Rotavirus
Shigella
Salmonella
ETEC
EIEC
Kolera







Masa tunas
12-72 .jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
48-72 jam
Panas
++
++
++
-
++
+
Enek &
Muntah
Sering
Jarang
Sering
-
-
Sering
Nyeri perut
Tenesmus
Tenesmus
kramp
Tenesmus
kolik
+
Tenesmus
kramp
Kramp
Nyeri kepala
-
+
+
-
-
-
Lamanya sakit
5-7 hari
> 7 hari
3-7 hari
2-3 hari
Variasi
3 hari
Sifat tinja
Volume
Sedang
Sedikit
Sedikit
Banyak
Sedikit
Banyak
Frekunsi
5-l0x/hari
> 10x/hari
Sering
Sering
Sering
Terus­
menerus
Konsistensi
Cair
Lembek
Lembek
Cair
Lembek
Cair
Lendir
Darah
-
Sering
Kadang
kadang
-
+
-
Bau
-
±
Busuk
+
Tidak
Amis khas
Wama
Kuning-
hijau
Merah-hijau
Kehijauan
Tak
berwama
Merah-
hijau
Seperti air
cucian
Leukosit
-
+
+
-
+
beras -
Lain-lain
Anorexia
Kejang ±
Sepsis ±
meteorismus
Infeksi
sistemik
±









Ket: ETEC : Enterotoxigenic Escherichia coli
        EIEC : Enteroinvasive Escherichia coli

Pemeriksaan fisik
·     Gejala dan tanda dehidrasi perlu ditemukan dan tentukan derajat dehidrasi (lihat tabel  4)
·     Berat badan saat datang perlu di ukur sebagai parameter menilai kehilangan cairan yang terus terjadi dan sekaligus merupakan parameter keberhasilan terapi.
·     Bila ditemukan nafas cepat dan dalam menunjukkan asidosis metabolik. Perlu dilihat apakah pada pasien terdapat gejala malnutrisi dan atau gagal tumbuh.
·     Adanya sakit perut non spesifik non fokal dan kram perut mungkin dijumpai. Nyeri pada diare biasanya tidak bertambah bila dipalpasi atau ditemukan nyeri tekan, nyeri lepas atau anak menolak diperiksa, waspadai kemungkinan komplikasi atau kemungkinan penyebabnya adalah non infeksi. Pada anak dengan kembung ( distensi abdomen), pemeriksaan auskultasi perlu untuk mendeteksi adanya ileus paralitik.

Tabel  4. Penilaian Derajat Dehidrasi Akut 4
Derajat dehidrasi, % defisit
Keadaan Umum
Rasa Haus
Kelopak/ Air mata
Mulut
Kulit
Urin
Tanpa dehidrasi (<5% BB)
Baik, kompos mentis
Minum normal
Normal
Basah
Normal
Normal
Ringan sedang (5-10% BB)
Rewel, gelisah
Minum seperti kehausan
Cekung, produksi berkurang
Kering
Pucat, capillary refill<2dtk
Berkurang
Berat ( >10%BB)
Letargi, lemah, kesadaran menurun, nadi dan nafas cepat
Malas minum/ tidak dapat minum
Sangat cekung, tidak ada
Sangat kering
Pucat, capillary refill >2dtk
Tidak ada

Ket: BB=berat badan
Keterangan :
*Terutama pada bayi-bayi untuk menilai dehidrasi dan memantau rehidrasi
  1. Bila nadi radialis tidak teraba, dicatat frekuensi denyut jantung dengan stetoskop.
  2. Berguna pada bayi-bayi sampai ubun-ubun menutup pada 6-18 bulan. Setelah penutupan, pada beberapa anak terdapat sedikit penekanan.
  3. Tidak berguna pada malnutrisi marasmik atau obesitas.
  4. Kekeringan mulut dapat diraba dengan jari yang bersih. Mulut dapat selalu kering pada anak yang bernapas dengan mulut. Mulut dapat basah pada penderita dehidrasi karena muntah atau minum.
  5. Bayi yang marasmik atau mendapat cairan hipotonik mengeluarkan jumlah urin yang cukup pada keadaan dehidrasi.
  6. Sukar dinilai pada bayi-bayi.

DERAJAT DEHIDRASI
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :8,9,10,12,13,14
a)      Kehilangan Berat Badan
§  Dehidrasi ringan  : bila terjadi penurunan berat badan 2½- 5%
§  Dehidrasi sedang  : bila terjadi penurunan berat badan 5- 10%
§  Dehidrasi berat    : bila terjadi penurunan berat badan >10%






b)      Skor Maurice King
Bagian tubuh yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0
1
2
Keadaan Umum

Kekenyalan Kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut Nadi/Mnt
Sehat

Normal
Normal
Normal
Normal

Normal
Kuat ( > 120)
Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk.
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Sedikit cekung

Kering
Sedang (120-140)
Mengigau, koma atau syok.
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Sangat cekung

Kering dan sianosis
>140

Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat dehidrasinya :    - Skor 0- 2   : dehidrasi ringan
                        - Skor 3- 6       : dehidrasi sedang
                        - Skor >7         : dehidrasi berat

c)      Berdasarkan MTBS ( Managemen Terpadu Balita Sakit )
Terdapat dua atau lebih dari tanda- tanda berikut ;
  • Letargis atau tidak sadar
  • Mata cekung
  • Tidak bisa minum atau malas minum
  • Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat


DEHIDRASI BERAT
Terdapat dua atau lebih dari tanda- tanda berikut ;
  • Gelisah, rewel/ marah
  • Mata cekung
  • Haus, minum dengan lahap
  • Cubitan kulit perut kembalinya lambat


DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
Tidak cukup tanda- tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/ sedang
TANPA DEHIDRASI


1.6 Pemeriksaan penunjang
Pada sebagian besar kasus tanpa dehidrasi atau dengan dehidrasi ringan tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.2

1.7 Tatalaksana
Prinsip pengobatan diare meliputi :terapi cairan dietetik, terapi suportif, edukasi. Tujuan pengobatan:
  1. Mencegah dehidrasi
  2. Mengatasi dehidrasi yang telah ada
  3. Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan setelah diare
  4. Mengurangi lama dan beratnya diare.2


Tatalaksana pada pasien diare terdiri dari:
1.      Rehidrasi
2.      Dukungan Nutrisi
3.      Suplementasi Zinc
4.      Antibiotik Selektif
5.      Edukasi

Tabel 5.Pedoman Tatalaksana diare akut berdasarkan derajat dehidrasi.2
Derajat dehidrasi:
0 % Defisit
Rehidrasi
Penggantian cairan
Tanpa Dehidrasi
(% <5% BB)
Tidak perlu
10 ml/kg tiap diare
2-5 ml/kg tiap muntah
Ringan - sedang
(5-10% BB)
CRO 75 ml/kg/3 jam
Idem
Beral
(>10% BB)
Cairan intravena :
<12 bulan : 30ml/kg/ljam,
atau 70 ml/kg/5jam
Idem

BB= Berat badan, CRO=cairan rehidrasi oral

v  Rencana terapi A (Untuk tanpa dehidrasi, kekurangan cairan, 5% berat badan). Terapi dilaksanakan di rumah
Beberapa hal yang harus diajarkan kepada ibu untuk mencegah dehidrasi, malnutrisi dan saat merujuk:
§  Berikan anak cairan lebih dari biasanya untuk mencegah dehidrasi.
§  Teruskan pemberian makanan pada anak untuk mencegah malnutrisi.
§  Beri suplemen  zinc elemental (10 mg untuk anak usia < 6 bulan dan 20mg usia >6 bulan), selama 10-14 hari.
§  Bawa ke dokter / tenaga kesehatan bila terdapat tanda-tanda dehidrasi atau masalah lainnya seperti tinja cair keluar amat sering, muntah berulang, rasa haus meningkat, atau tidak dapat makan/minum seperti biasanya.1

a. Pemberian makanan bayi
Jika ibu menyusui, ASI terus diberikan dan diberikan lebih sering. Bayi dengan susu formula boleh diberikan cairan rehidrasi oral selama 12 jam pertama, setelah itu dilanjutkan dengan pemberian susu formula lebih sedikit dari jumlah yang biasa diberikan, namun diberikan lebih sering.1,14


b. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)/Clear fluid
Anak dengan diare harus terus minum CRO atau Clear fluid. Kombinasi gula dan garam ini dapat meningkatkan penyerapan cairan di usus CRO yang kita kenal bisanya oralit (dalam bentuk kantung sachet dengan atau tanpa rasa tambahan) atau CRO khusus anak (yang tersedia dalam kemasan botol plastik dengan aneka rasa). Cairan tersebut dapat dibeli di apotek atau toko obat, tapi bila tidak tersedia dapat diberikan CRO lain seperti yang disebutkan di bawah ini. Untuk bayi hingga usia sembilan bulan, pembuatan CRO harus menggunakan air mendidih yang telah didinginkan. Anjuran WHO saat ini dianjurkan penggunaan CRO dengan komposisi Na 75 mmol/L, K 20 mmol/L, glukosa 75 mmol/L, K 20 mmol/L, CL mmol/L, sitrat l0mmol/L.1,5

Tabel 6.Cara pembuatan Cairan rehidrasi oral. 1
CRO
Cara Membuat
Oralit

CRO khusus anak (kemasan botol)
Larutan gula

Limun ( bukan rendah kalori )

Jus Buah
1 sachet dilarutkan dengan 2 gelas (400 ml) air
Siap digunakan
1 sendok makan gula dilarutkan dengan 2 gelas ( 200 ml ) air.
1 gelas limun dilarutkan dengan 4 gelas (800ml) air.
1 gelas jus dilarutkan dengan 4 gelas (800 ml) air.

PERHATIAN: Minuman mengandung gula harus diencerkan, karena terlalu banyak gula pada bayi kecil dapat memperberat diare.

v  Rencana terapi B (Untuk dehidrasi ringan-sedang, kekurangan cairan 5-10 % Berat Radan)
Pada dehidrasi ringan-sedang, CRO diberikan dengan pemantauan yang dilakukan di Ruang Rawat lnap Sehari atau Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 3 jam. Penilaian kembali derajat dehidrasi, bila masukan minum/makan baik, penderita dapat dipulangkan.

Tabe1 7.Panduan terapi dehidrasi ringan - sedang.1
Jumlah cairan rehidrasi oral(CRO) yang harus diberikan 3 jam pertama
Usia
<4 bln
4- 11 bln
12-23 bIn
2-4 th
5-14 th
>=15 th
Berat badan
< 5 kg
5- 7,9 kg
8-10,9 kg
11-15,9 kg
16-29,9 kg
>= 30 kg
Jumlah(ml)
200-400
400-600
600-800
800-1200
1200-2200
2200-4000








Keterangan: panduan usia digunakan bila berat badan tidak diketahui.

v  Rencana terapi C (untuk kekurangan cairan 1> 10%berat badan)
Bila anak dapat minum, CRO dapat diberikan sampai cairan parenteral dapat diberikan. Cairan parenteral yang diberikan adalah Ringer laktat sebanyak 100 ml/kgBB dengan tahapan sebagai berikut.




Tabe1 8.Panduan terapi intravena pada dehidrasi berat 1
Usia
Pertama beri 30 ml/kg dalam:
Selanjutnya beri 70 ml/kg
dalam
Bayi(<1 th)
1jam
5 jam
Anak(> 1 th)
1/2 jam
-           -------- -- - -
2 1/2jam

Catatan :
      • Ringer laktat diberikan pada 1jam pertama, sedangkan pada tahap selanjutnya dapat diberikan KaEN 3B
      • Setelah 6 jam (Bayi) atau 3 jam (anak), pasien dievaluasi dengan menggunakan tabel penilaian dehidrasi dan tentukan rencana terapi selanjutnya sesuai status dehidrasi (A,B,C)
      • *ulangi 1 kali lagi bila pulsasi nadi masih sangat lemah atau  tidak teraba

v  Tahap Rumatan
        Tabel 9.Kebutuhan Rumatan Kalori dan air per kesatuan berat badan

Rumatan
Berat Badan
Kcal/ kg/ 24 jam
ml air/ kg/ 24 jam
10 kg pertama
10 kg ke-dua
Setiap kg penambahan BB
100
50
20
100
50
20

  
   Tabel 10.Perubahan dari Kebutuhan Rumatan (ongoing abnormal losses)
Faktor
Perubahan dari kebutuhan
Panas
Hiperventilasi
Keringat
Diare
12 % per derajat celcius
10 - 60 ml/100 Kcal
10 - 25 ml/100 Kcal
10 -25 ml/100 K cal
      Lustig JV,1993 dengan modifikasi 2,3

Suplementasi Zinc
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis zinc untuk anak-anak : Anak-anak di bawah umur 6 bulan : 10mg (1/2 tablet) per hari, anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) perhari diberikan selama 10-14 hari berturut-turut. 1

Gangguan Elektrolit
Pada diare akut cair sering disertai gangguan elektrolit (hiponatermia, hipokalemia, dan hipernatremia) akibat keluarnya cairan dan elektrolit melalui tinja. Oleh karena itu, pemantauan dan koreksi gangguan yang ada sangat penting untuk dilakukan.2
Terapi dietetik
1. ASI tetap diberikan
2. Bila tidak mendapatkan ASI atau sudah mendapat tambahan susu formula:
a. diare tanpa dehidrasi atau dehidrasi ringan sedang, susu formula tidak perlu 
    diganti
b. diare dengan dehidrasi berat diberikan susu formula bebas laktosa
c. diare dengan dehidrasi ringan-sedang disertai gejala klinis intoleransi 
     laktosa yang jelas, dapat diberikan susu bebas laktosa
3. Makanan sehari-hari sesuai usianya diteruskan dan diberikan sebanyak dia mau.  
    Pemberian sedikit sedikit dan sering lebih dapat diterima dibanding jumlah besar 
     tetapi jarang.
4. Setelah diare berhenti, berikan makanan paling tidak satu kali lebih banyak dari
    biasanya setiap hari selama 1 minggu.2

Diare cair dengan dugaan kolera
  • Awasi tanda dehidrasi yang sering kali berat. Pantau ketat tanda-tanda dehidrasi.
  • Bila perlu berikan cairan parenteral, antibiotika per oral yang efektif, suplementasi zinc secepatnya setelah gejala muntah berhenti.
  • Kolera sebaiknya dipikirkan pada anak usia lebih dari 5 tahun yang menderita dehidrasi berat akibat diare akut cair (biasanya disertai muntah).4

Diare akut berdarah
Episode diare akut yang pada tinjanya ditemukan darah yang terlihat secara kasat mata. Darah yang hanya terlihat secara mikroskopis atau tinja berwama hitam yang menandakan adanya darah pada saluran cerna atas bukan merupakan diare berdarah. Diare berdarah sering disebut juga disentri, walaupun seringkali disentri lebih dihubungkan dengan diare berdarah yang diikuti dengan demam, kram perut, nyeri pada rectum dan tinja berlendir.3

Etiologi:
  1. Bakteri invasif :Shigella sonnei, shigella boydii, .Shigella fleneri, Shigella dysentriae, Compylobacter jejuni, enterovasive E.coli, entero-hemoragic E. Colidan salmonella serotipe non tyfoid
  2. Entamoeba histolytica
  3. Non infeksi : kelainan anatomi misalnya intususepsi, gangguan hematologi misalnya defisiensi vitamin K pada bayi haru lahir, kelainan imunologis misalnya purpura Henoch-Schonlein serta kolitis ulseratif atau penyakit chron's.2

Tatalaksana
  1. Pemberian anti-mikroba yang efektif terhadap shigella,
  2. Pemberian cairan rehidrasi oral atau cairan lainnya untuk mencegah dehidrasi,
  3. Melanjutkan pemberian makanan pada anak selama anak diare dengan cara sedikit-sedikit dan sering, melanjutkan pemberian ASI kapan saja anak ingin minum ASI.
  4. Melakukan pemantauan secara ketat setiap 24-48 jam terhadap respon terapi. terutama pada anak dengan resiko morbiditas serius atau kematian.3


Obat-obatan2
  • Anti emetik, anti motilitas, dan anti diare
Obat-obatan tersebut tidak mengurangi volume tinja ataupun memperpendek lama sakit. Efek sedasi atau anorexia yang ditimbulkan akan mengurangi keberhasilan terapi rehidrasi oral.
  • Antibiotik
Penggunaan antibiotik tidak efektif pada infeksi virus dan hanya terindikasi pada keadaan tertentu.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain :
Kolera             :  Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
   Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
Shigella           :  Trimetoprim 5-l0mg/kg/hari
   Sulfametoksasol 7.5-50mg/kg/hari. Dibagi 2 dosis (5 hari)
   Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)
Amubiasis       :  Metronidasol 30mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5-10 hari)
   Untuk kasus berat :
   Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg)
  ( IM ) s/d 5 hari tergantung reaksi  untuk semua umur)
Giardiasis        : Metronidazol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis (5 hari)

  • Mikronutrien
Manfaat pemberian seng pada keadaan malnutrisi disertai diare, antara lain lama diare lebih pendek, volume tinja lebih sedikit, kenaikan berat badan yang lebih baik, dan perbaikan terhadap status defisiensi Zn
  • lmunoglobulin oral
Untuk terapi diare akut karena virus.
  • Probiotik
Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna schingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak terdapat tempat lagi untuk bakteri patogen untuk melekatkan diri pada sel epitel usus sehingga kolonisasi bakteri patogen tidak terjadi. Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional  (antibiotic associated diarrhea). Mikroekologi mikrobiota yang rusak oleh karena pemakaian antibotika dapat dinormalisir kembali dengan pemberian bakteri probiotik. Mekanisme kerja bakteri probiotik dalam meregulasi kekacauan atau gamgguan keseimbangan mikrobiota komensal melalui 2 model kerja rekolonisasi bakteri probiotik dan peningkatan respon imun dari sistem imun mukosa untuk menjamin terutama sistem imun humoral lokal mukosa yang adekuat yang dapat menetralisasi bakteri patogen yang berada dalam lumen usus yang fungsi ini dilakukan oleh secretory IgA (SIgA).9,11

1.8 Pencegahan dan edukasi
Ada beberapa kiat pencegahan terjadinya diare antara lain :
  1. Pemberian AS1 eksklusif  4-6 bulan,
  2. Sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu formula, bila bayi karena sesuatu sebab tidak mendapat ASI.
  3. Persiapan dan penyimpanan makanan bayi/anak secara bersih (hygiene).
  4. Gunakan air bersih dan matang untuk minum.
  5. Kebiasaan mencuci tangan terutama sebelum menyiapkan dan memberi makan.
  6. Membuang tinja di jamban,.
  7. Imunisasi campak.
  8. Pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.2

Hal Penting Yang Harus Diingat
ü  Bayi dan anak kecil mudah mengalami dehidrasi, oleh karena itu mereka butuh cairan yang diberikan sedikit namun sering.
ü  Bayi berusia di bawah enam bulan dengan diare perlu diperiksa oleh dokter setelah 6-12 jam penanganan diare.
ü  Beri minum setiap kali bayi muntah. Tetap berikan ASI untuk bayi yang masih menyusui. Bagi bayi yang minum susu formula, susu tetap diberikan sampai lebih dari 12-24 jam.
ü  Berikan anak yang lebih besar satu cangkir (150-200 ml) cairan untuk setiap muntah banyak atau diare.
ü  Teruskan pemberian makanan jika anak anda masih mau makan.
ü  Jangan sampai anak tidak mendapat asupan makanan sama sekali dalam 24 jam.
ü  Bayi atau anak sangat infeksius, jadi cuci tangan sampai bersih dengan sabun dan air hangat khususnya sebelum memberi makan dan sesudah mengganti popok atau celana.
ü  Pisahkan anak atau bayi yang terkena diare dari anak atau bayi lain sebisa mungkin, sampai diare berhenti.
ü  Ke Rumah Sakit bila :
ü  Anak tidak mau minum dan tetap muntah dan diare.
ü  Anak dengan diare yang sangat banyak (8-10 kali atau 2-3 kali diare dalam jumlah yang banyak),  atau diare berlangsung lebih dari sepuluh hari.
ü  Anak muntah terus-menerus dan tidak bisa menerima asupan cairan.
ü  Anak dengan gejala dehidrasi.
ü  Anak dengan sakit perut hebat. atau
ü  Orang tua khawatir dengan alasan apapun.7

2 DIARE  MELANJUT

2.1 Definisi
Diare karena infeksi yang berakhir antara 7- 14 hari.1

2.2 Patofisiologi
Terjadi kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan dengan akibat terjadinya malabsorpsi, peningkatan absorpsi protein asing, berkurangnya hormon enterik serta pertumbuhan kuman yang berlebihan. Terjadinya suatu sindrome post enteritis yang merupakan sebab dan akibat sejumlah faktor yang multi kompleks.1
Penatalaksanaan
Tabel .11Penatalaksanaan Diare Berkepanjangan1

Test
Pengobatan
Intolerasi gula
Adanya reducing subtance
dalam feces
Eksklusi gula
Food protein
Ekslusi dan challenge
makanan bila mungkin biopsi
usus
i
Eksklusi protein makanan
Malnutrisi
Klinis & test biochemist
Rehabilitasi makanan
Adanya enterobakter yang
Patogen yang persistent
Pemeriksaan feces, cairan
& mukosa duodenum,
Jejunum
Antibiotik yang sesuai
Parasit
Pemeriksaan feces, cairan
& mukosa duodenum , jejunum
Antibiotik yang sesuai
UTl
Kultur urine
Antibiotik yang sesuai


3. DIARE KRONIK (DIARE PERSISTEN)

3.1 Definisi
Diare akut karena infeksi usus yang karena sesuatu sebab berlangsung 14 hari
atau lebih.1

3.2 Faktor risiko
  1. Gizi kurang : yang akan memperlambat regenerasi mukosa usus.
  2. Tidak mendapat ASI dan pemberian susu formula dapat menimbulkan intoleransi laktosa dan hipersensitif terhadap protein susu sapi.
  3. Dilahirkan premature.
  4. Umur kurang dari 18 bulan , umumnya usia 6-11 bulan. Hal ini disebabkan oleh antibodi ibu yang sudah menurun, kekebalan aktif bayi kurang, bayi mulai terpajan pada lingkungan sekitar.
  5. Imunitas kurang pada anak dengan gizi buruk, terinfeksi virus seperti campak atau AIDS.
  6. Riwayat diare sebelumnya.
  7. Obat- obat yang diberikan termasuk antibiotik.
  8. Adanya penyakit penyerta, dan anemia.3

3.3 Etiologi
         1.Infeksi :
Ekstraintestinal           : sering UTI
Intraintestinal              : kuman penyebab khusus, sering :
o   Enteroadherent E.Coli (EAEC)
o   Cryptosporadium
o   Enteropathogenic E.Coli (EPEC)
  2. Faktor penderita :       
Usia kurang dari 3 bulan
Gizi buruk
Depresi sistem immunologik
Enzim-enzim yang berkurang
 3. Faktor-faktor lain : kejadian diare akut yang terdahulu merupakan resiko terjadinya diare kronik. Penanganan yang tidak efektif menambah resiko terjadinya diare kronik.

3.4 Manifestasi klinik
Diare berlangsung 14 hari atau lebih . Bila terjadi diare hebat dapat terlihat gejala-gejala dehidrasi ringan sampai berat , asidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit seperti lemah, kembung, dan muntah. Status gizi anak biasanya kurang atau buruk.3
.
3.5 Kriteria diagnostik
            Berikut adalah hal-hal yang penting dilakukan:
  • Tentukan apakah diarenya tergolong osmotik atau sekretorik. Cara membedakan keduanya adalah dengan cara memuasakan pasien selama 24 jam (tentu saja pasien mendapat cairan parenteral): bila diare berkurang, berhenti maka diarenya jenis osmotik, bila diarenya berlangsung terus menunjukkan jenis diare adalah sekretorik.
  • Bila diare osmotik, cari kemungkinan intoleransi laktosa, sindrom malabsorpsi.
  • Bila diare sekretorik, cari kemungkinan bakteri tumbuh lampau, diare karena antibiotik, atau infeksi persisten.3,4
3.6 Tatalaksana
    1. Atasi dehidrasi, kelainan asam basa dan gangguan elektrolit yang terjadi
    2. Diet sesuai dengan usia dan status gizi penderita. Pada awal terapi, laktosa mungkin periu dihindari karena mungkin telah terjadi kerusakan mukosa usus yang bermakna. Suplemen mikronutrien seperti Zn dan Fe sangat diperlukan untuk mempercepat regenerasi mukosa usus halus.
    3. Tentukan apakah diare yang terjadi jenis sekretorik atau osmotik untuk memudahkan pendekatan etiologi dan terapi.
      • Intoleransi laktosa : beri fomula/ diet bebas laktosa
      • Alergi susu sapi : ASI diteruskan dan ibu tidak mengkonsumsi susu sapi dan makanan yang terbuat dari susu sapi (keju, es krim dll) bila tidak minum ASI, pasien diberi formula hidrolisat protein.           
      • Sindrom Malabsorpsi : makanan atau formula elemental. Bila diet per oral belum dapat diberikan, pasien sebaiknya diberi TPN selama 2 minggu untuk mempercepat regenerasi mukosa usus halus.
      • Bakteri tumbuh lampau (bacterial overgrowth): metronidazol 30 mg/kg/hari selama 10- 14 hari.
      • Diare karena antibiotik, hentikan antibiotik bila mungkin bila mungkin, berikan metronidazol 30-50 mg/kg/hari selama 7-10 hari dan probiotik 2x10 6-9 cfu selama 7-10 hari.
      • Pada infeksi persisten, berikan antibiotik sesuai hasil kultur dan resistensi selama 7-10 hari.1,2
3.7 Pencegahan dan pendidikan
  • Hindari penggunaan antibiotik dan antidiare pada anak dengan diare akut.
  • Berikanlah terapi nutrisi yang adekuat pada setiap anak dengan diare akut untuk mencegah terjadinya gangguan gizi untuk memutus lingkaran setan diare-malnutrisi-diare.
  • Galakkan penggunaan ASI.2,4
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA DIARE
1. Pemeriksaan darah
  • Darah rutin (Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit) dan hitung jenis dapat dilakukan apabila dicurigai adanya infeksi lain seperti infeksi saluran pernafasan atas termasuk telinga.
  • Gula darah dan elecktrolit (Natrium, kalium, kalsium , magnesium) dilakukan pada keadaan ensefalopati metabolik.
  • Analisa gas darah dilakukan pada keadaan klinis yang diduga adanya asidosis metabolik, dengan gejala pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan Kussmaull.)
  • Ureum kreatinin diiakukan pada keadaan dengan dugaan adanya gangguan fungsi ginjal akibat adanya perfusi ginjal yang menurun akibat syok.8
2. Pemeriksaan  tinja
2.1 Pemeriksaan makroskopis tinja
Warna tinja
§  Hijau tua berhubungan adanya warna empedu akibat garam empedu yang didekonyugasikan oleh bakteri anaerob pada keadaan bakterial overgrowth.
§  Merah akibat adanya darah da1am tinja atau obat yang  dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.8
Konsistensi tinja cair, lembek, padat
§  Tinja yang berbusa menunjukkan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri.
§  Tinja yang berminyak. lengket dan berkilat menunjukkan adanya lemak dalam feces.
§  Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri.
§  Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob di kolon.8
2.2 Malabsorbsi laktosa : pemeriksaan clinitest dikombinasikan dengan   
                                         pemerikasaan PH  tinja
2.3 Malabsorpsi lemak : terdapatnya lemak dalam tinja lebih dari 5 gram
                                       disebut steatore
2.4 Infeksi bakteri       : ditemukan 5-10 leukosit perlapang pandang atau lebih
2.5 Infeksi parasit

DAFTAR PUSTAKA
  1. Juffire M, Mulyani NS. Modul Pelatihan Diare. UKK Gastro-Hepatologi IDAI. 2009
  2. Adisasmito W. Faktor Risiko Diare Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara Kesehatan 2007;11(1). 1-10
  3. Wilunda C, Panza A. Factors Associated With Diarrhea Among Children Less Than 5 Years Old In Thailand: A Secondary Analysis of Thailand Multiple Indicator Cluster Survey 2006. J Health Res.2009:17-22
  4. Jangan Anggap Remeh Diare. Available from : www.medicastore.com. Di akses pada tanggal 18 Agustus 2010 pukul 23.00
  5. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007: p150-51
  6. Firmansyah. Agus, dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. Jakarta. 2007
  7. Draft Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta.2007
  8. Guandalini. Stefanu. Essential Pediatric Gastro Enterology, Hepatology, and Nutrition. McGraw-Hill Medical publishing. USA.2005
  9. Markum, dkk. Buku Ajar llmu Kesehatan Anak. FK UI.Jakarta.1991
  10. Hasan. Rusepno, dkk. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta. 1985.
  11. Probiotic. Available from: http://www.probioticnutrition.com/. Di unduh tanggal 18 Agustus pukul 20.30
  12. Suraatmaja. Sudaryat, dkk. Kapita Selekta Gastroenterologi. CV. Sagung Seto: Jakarta. 2007
  13. Subijanto MS, Ranuh R, Djupri L, Soeparto P Soeparto.Managemen Pada Diare Pada Bayi Dan Anak. Divisi Gastroenterologi RSU Dr. Soetomo Surabaya. 2006
  14. 37
     
    Dehydration and Diarrhea in Children: Prevention and Treatment. Available from: http://www.cps.ca/caringforkids/whensick/DehydrationDiarrhea.htm. Di unduh tanggal 19 Agustus 2010 pukul 20.48